Jumat, 12 Agustus 2011

CINDERELLA SANDAL JEPIT


Di sebuah desa "SWALLOW" hiduplah sebuah keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Keluarga kecil ini hidup bahagia. Namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama karena keadaan Ibu Cinderella yang kritis.
Cinderella    :    "Nyak… Nyak… Cepat sembuh, nyak…"
Ibu Cinderella    :    "Kamu harus mengikhlaskan enyak, nak."
Cinderella    :    "Sebaiknya nyak istirahat aja."
Keesokkan harinya Ibu Cinderella tidak bangun-bangun dari tidurnya.
Cinderella    :    "Nyak… bangun nyak… Jangan tinggalin Ella sendiri."
Tiba-tiba datanglah Abah Cinderella.
Abah Cinderella    :    "Istriku… Kenapa kamu pergi secepat ini… Aku masih cinta…"
Ibu Cinderella    :    "Aku ora tresno karo koe."(Improv)
Abah Cinderella    :    "Loh…" (Improv)
Cinderella dan abahnya masih belum menerima kenyataan pahit itu. Setahun berlalu, abah Cinderella menemukan bini baru seorang janda beranak dua dan memperkenalkannya kepada Cinderella.
Ibu Tiri    :    "Yuhuuu… ada orangnya kah yak?
Babe Cinderella    :    "Ella… kemari. Ada yang mau babe kenalkan."
Cinderella    :    "Iya, babe."
Babe Cinderella    :    "Kenalkan… ini ibu kamu yang baru dan ini saudara tirimu, Lola dan Lali."
Ibu Tiri    :    "Allamak… cantik kali anak kau ini." (Sambil memegang wajah Cinderella)
Lola dan Lali    :    "Cantik juga kita."
Babe Cinderella    :    "Babe… akan pergi untuk waktu yang cukup lama. Abah harap kalian semua bisa akur."
Cinderella    :    "Babe kan baru pulang, kenapa pergi lagi?"
Babe Cinderella    :    "Ini tugas mendadak. Babe pergi dulu."
Lola    :    "Babe hati-hati ya disana… Jangan lupa bawa oleh-oleh ya, bah…"
Lali    :    "Yang banyak ya be…"
Babe Cinderella    :    "Iya, nak. Ella mau apa?"
Cinderella    :    "Ella hanya ingin babe kembali ke rumah dengan selamat."
Babe Cinderella    :    "Baiklah,babe pergi dulu. (Sambil berpamitan) Ella, bawa kedua saudaramu ke kamarmu untuk istirahat.
Cinderella    :    "Baik, bah."
Babe Cinderella    :    "Tolong jaga anak-anak dengan baik." (Sambil berjalan menuju pintu)
Ibu Tiri    :    "Iya, aku akan menjaga anak-anak dengan baik. Terutama Ella, aku akan menjaganya seperti anakku sendiri." (Sambil mencium tangan suaminya)
Setelah Abah Cinderella pergi, ibu dan saudara tirinya melancarkan aksi jahatnya.
Di kamar.
Lali    :    "Aduh… Kamarnya kok kecil banget?!"
Lola    :    "Iya nih, apalagi untuk bertiga."
Lali    :    "Pasti tambah sempit!"
Lola dan Lali melemparkan tatapan penuh arti kea rah Cinderella.
Lola dan Lali    :    "Kamu yang harus pergi dari sini!!!"
Cinderella    :    "Kenapa harus aku yang pergi?! Ini kan kamarku!"
Lola    :    "Pokoknya kamu yang harus pergi dari kamar ini!"
Lali    :    "Iya! Kalo nggak, kita bakal laporin ke mama!"
Lola dan Lali    :    "Nyak… Nyak…" (Sambil berteriak)
Ibu Tiri    :    "Ada apa sih? Berisik banget!"
Lali    :    "Ini nyak, Ella nggak mau pindah ke kamar yang lain."
Lola    :    "Nyak, gimana kalau Ella tidur di gudang aja?"
Lali    :    "Iya, setuju, nyak."
Ibu Tiri    :    "Ide yang bagus! Ella, sekarang kemasi barang-barangmu dan segera pindah ke gudang!"
Cinderella    :    "Tapi nyak…"
Ibu Tiri    :    "Nggak ada tapi-tapian!"
Dengan terpaksa Cinderella mengemasi barang-barangnya sambil menangis. Saat Cinderella mengemasi barangnya, Lola mengambil boneka yang dibawa Cinderella, secara paksa.
Cinderella    :    "Kembalikan bonekaku, kalian boleh mengambil kamarku dan isinya, asalkan jangan boneka itu!"
Lola    :    "Tapi aku suka dengan boneka ini!"
Cinderella    :    "Itu boneka kesayanganku!"
Lali    :    "Udah, berikan saja boneka itu pada kami! Kan kita saudara! Barangmu barangku dan barangku bukan barangmu. Atau nggak aku panggilin mama lagi ni!"
Cinderella pun mengikhlaskan bonekanya dan bergegas pergi ke gudang.

 
Keesokan harinya.
Ibu Tiri    :    "Ella… Ella…"
Cinderella    :    "Iya, nyak…" (Sambil berlari) "Ada apa, nyak?"
Ibu Tiri    :    "Kamu ini darimana saja? Dipanggil kok lama betul! Sekarang cepat cuci baju-baju kotor ini setelah itu siapkan sarapan untuk saya dan kedua saudaramu."
Cinderella    :    "Kan ada pembantu, nyak."
Ibu Tiri    :    "Pembantu udah saya pecat! Oya, satu hal yang harus kamu ingat! Panggil saya 'nyonya', jangan panggil nyak."
Cinderella    :    "Baik, nyak… eh… Nyonya."
Saat Cinderella mencuci baju, tiba-tiba saudara tirinya, Lola pun datang.
Lola    :    "Tolong setrikain baju aku sekarang!!!"
Cinderella    :    "Tapi aku sekarang sedang mencuci baju."
Lola    :    "Aku nggak mau tau! Pokoknya setrikain sekarang!"
Cinderella    :    "Baiklah."
Lali    :    "Oya, sekalian bersihin kamar kita!"
Cinderella    :    "Iya, tapi setelah pekerjaanku selesai ya."
Lali    :    "Aduuuh… Ya sudah! Tapi kerja yang cepet ya."
Cinderella    :    "Iya, Lali."
Lali    :    "Eiiitttt!! Panggil saya nona Lali, ingat ya!"
Lola    :    "Dan saya nona Lola."
Cinderella    :    "Baik, non." (Dengan nada yang terpaksa)
Cinderella pun segera menyelesaikan pekerjaannya.

 
Kerajaan.
Raja    :    "Ehmm… Istriku, tak terasa anak kita sudah beranjak dewasa. Bagaimana kalau kita mengadakan pesta yang meriah dan dihadiri oleh seluruh rakyat di negeri ini?"
Ratu    :    "Waaahh… Ide yang bagus, suamiku. Bagaimana kalau pesta itu diadakan untuk mencari calon istri untuk anak kita?"
Raja    :    "Baiklah, kalau begitu, saya akan segera memerintahkan para prajurit untuk menyebarkan undangan ke seluruh rakyat negeri ini."
(Raja pun memanggil prajurit)
Prajurit    :    "Ada apa, Tuanku?" (Sambil membungkukkan badannya)
Raja    :    "Saya mau kamu dan prajurit lainnnya menyebarkan undangan ini."
Prajurit    :    "Baiklah, Tuanku. Hamba mohon pamit."

 
Ratu    :    "Kemari, anakku."
Pangeran    :    "Ada apa, Ibundaku?"
Ratu    :    "Ibu ingin mengadakan pesta besar-besaran untukmu."
Pangeran    :    "Benarkah?! Terimakasih, Ibunda. Saya akan merasa sangat senang dengan pesta itu nanti."

 
Keesokan harinya di rumah Cinderella.
Lola    :    "Kemana bonekaku? (sambil mencari-cari boneka) Kamu ya yang ngambil?! (Menuduh Lali)
Lali    :    "Enak aja, kemaren kan Ella yang beres-beres! Jangan-jangan dia lagi yang malingnya?!"
Lola    :    "Ellaaaaa…!!!" (Sambil teriak)
Cinderella    :    "Iya, non Lola."(Sambil lari tergesa-gesa menghampiri Lola)
Lola    :    "Kemana boneka yang kemaren ada di kamar ini?!"
Lali    :    "Kamu udah berani nyuri ya!" (dengan memasang wajah penuh kecurigaan)
Cinderella    :    "Tidak! Kemaren bonekanya masih ada kok di kasur."
Lola    :    "Aaahhh! Bohong kamu!"
Lali    :    "Ngaku aja kenapa?"
Lola    :    "Nggak mungkinlah maling ngaku, penuh penjara!"
Tiba-tiba Ibu Tiri Cinderella datang ke kamar.
Ibu Tiri    :    "Aduuuh… Apa lagi sih yang diributin?! Pasti kamu ya kambing hitamnya?!" (Menuduh Ella)
Lola    :    "Ini ni, nyak! Si Ella udah berani nyuri!"
Lali    :    "Udah gitu nggak mau ngaku lagi!"
(Ting tong ting tong, bel rumah berbunyi)
Ibu Tiri    :    "Aduuuh… Siapa lagi ini, Ella bukakan pintu."
Cinderella    :    "Baik, nyonya."
Cinderella pun segera keluar kamar dan mendapati ada sebuah undangan di lantai dekat pintu, Cinderella pun mulai membuka undangan tersebut, tapi Lali merebut undangan tersebut.
Lali    :    "Etttts, biar aku aja yang baca."(Sambil merebutnya dari tangan Ella)
Lali pun membaca undangan tersebut.
Lali    :    "Enyak… Lola… Cepetan kesini! Ada undangan dari kerajaan!"
Ibu Tiri    :    "Apa?! Apa isi undangannya?'
Lali    :    "Ini, nyak. Pangeran Ulang Tahun dan di Pesta Ulang Tahunnya nanti, dia akan mencari calon istri."
Lola    :    "Haaa???!!!Benarkah?!!
Ibu Tiri    :    "Waaah, bagus itu! Pokoknya hari ini kita belanja baju yang mahal dan mewah."
Cinderella    :    "Nyonya, apakah saya boleh ikut?"
Ibu Tiri,Lola,Lali    :    "Kamu ikut??? Ha…ha…ha…
Lali    :    "Jangan mimpi deh!"
Ibu Tiri    :    "Kamu pantasnya di rumah aja beres-beres dan cuci baju!"
Cinderella    :    "Tapi bukankah undangan itu ditujukan untuk semua orang di negeri ini? Aku ingin sekali menghadiri pesta itu."
Ibu Tiri    :    "Sebaiknya kamu bangun dari mimpimu!"
Lola    :    "Hahaha… Rasain tu!"
Cinderella pun menangis dan pergi ke gudang.

 
Di gudang.
Cinderella    :    "Hu…hu…hu… Akankah ada sebuah keajaiban yang menghampiriku? Oh, Tuhan, aku ingin sekali pergi ke pesta itu."
Tiba-tiba muncullah sesosok Ibu Peri yang baik hati dengan suaranya yang begitu bising.
Ibu Peri    :    "Yuhuuu… Peri cantik datang!!! Kenapa kamu bersedih anak manis?"
Cinderella    :    "Haaa???!!! Siapa kamu??" (Kaget dengan wajah yang penuh tanda Tanya)
Ibu Peri    :    "Saya peri dari sekian banyak peri yang diutus untuk menolongmu!!"
Cinderella    :    "Benarkah?! Kalau begitu aku butuh bukti!"
Ibu Peri    :    "Baiklah, apa hal yang paling kamu inginkan?"
Cinderella    :    "Aku ingin sebuah cokelat."
Ibu Peri    :    "Oke, kalau itu yang kamu mau. Bim sal bim jadi apa prok prok prok. Di bantu bantu bantu ya."
Triiing… Tiba-tiba sebatang cokelat pun muncul di hadapan Ella.
Cinderella    :    "Wahwah… Kamu benar-benar peri yang ajaib!"
Ibu Peri    :    "Nah, sekarang kamu percaya kan kalau saya seorang peri?! Mulai sekarang, kalau kamu butuh bantuan panggil saja saya Peri Tarni sebanyak-banyaknya, oke."
Cinderella    :    "Tarni itu yang ada di TV kan??"
Ibu Peri    :    "Itu tarno tau, itu bapak saya."
Cinderella    :    "Oooh gitu! Pantes mirip."
Cinderella pun mempunyai Ibu Peri yang akan siap menolongnya.

 
Keesokan harinya
Hari yang ditunggu-tunggu oleh rakyat Swallow pun tiba. Semua rakyat sibuk menyiapkan diri untuk pergi ke pesta ulang tahun pangeran. Terutama di rumah Cinderella, semua orang pada sibuk mendandani diri mereka masing-masing.
Lali    :    "Ella, sini dulu. Bantuin aku buat merias wajahku. Aku ingin terlihat cantik di depan pangeran."
Cinderella    :    "Iya, non Lali."
Lola    :    "Ella pilihkan baju yang bagus untuk aku kenakan di pesta nanti! Memangnya Lali aja yang pengen terlihat cantik!"
Lali    :    "Owh, tidak bisa… Ella sudah ku suruh duluan."
Tiba-tiba Ibu Tiri pun memanggil Cinderella.
Ibu Tiri    :    "Ella, tolong siapkan kendaraan untuk pergi ke pesta.
Cinderella    :    "Iya, sbentar, nyonya. Saya masih membantu non Lali dan non Lola."
Dan akhirnya, Ibu Tiri Cinderella dan kedua saudara tirinya pun siap pergi ke pesta. Namun sebelum itu.
Ibu Tiri    :    "Ella, kamu harus tetap di rumah. Jangan pergi kemana-mana. Dan pokoknya waktu kami pulang, rumah harus bersih! Kamu mengerti?!"
Cinderella    :    "Hmmm… Baik, nyonya. Saya mengerti."
Setelah itu, Ibu Tiri dan kedua saudara tiri Cinderella pun pergi. Dan tinggallah Cinderella sendiri.
Cinderella    :    "Ya Tuhan, jujur aku ingin sekali pergi ke pesta itu. Tapi… Ibu dan kedua saudara tiriku tidak mengizinkan aku pergi. Coba saja ada keajaiban untukku.
Namun Cinderella mengingat sesuatu.
Cinderella    :    "Oya, kan aku punya Ibu Peri. Kenapa aku tidak panggil dia saja. Mungkin saja dia bisa membantuku. Tapi aku lupa kayak apa manggil Ibu Peri itu… Hmm… (Sambil berpikir dan mengingat) Aku ingat. Namun apa mungkin dia datang saat aku panggil? Coba aja deh! Moga aja bisa. Tarni, Tarni, Tarni." (Memanggil Ibu Peri penuh harap)
15 detik kemudian.
Cinderella    :    "Lho, kok nggak datang-datang ya?! Padahal udah 15 detik nih. Aku panggil sekali lagi deh. Tarni, Tarni, Tarni…"
Ibu Peri    :    "Tara… Aku datang dengan membawa sejuta kebahagiaan. Can I help you?"
Cinderella    :    "Ibu Tarni, saya ingin sekali pergi ke pesta itu. Tapi tidak mungkin…"
Ibu Peri    :    "Apa sih yang tidak mungkin di tangan peri?! Apa yang kamu inginkan?"
Cinderella    :    "Aku ingin tampil secantik mungkin di pesta nanti."
Ibu Peri    :    "O… Tidak bisaaa… Aku bisa membuatmu tampil sangat cantik di pesta nanti, tapi tidak melebihi kecantikanku."
Cinderella    :    "Gubrak!!! Ni peri narsis amat. Oke lah kalau begitu."
Ibu Peri    :    "Bim sala bim jadi apa prok prok prok… di bantu di bantu bantu ya…"
Tiba-tiba Cinderella berubah menjadi cantik jelita. Cinderella pun bergegas pergi ke pesta.
Cinderella    :    "Astaga, aku masih pakai sandal jepit, tapi aku tidak mungkin kembali ke rumah, yasudahlah."

 
Di pesta.
Ibu Tiri    :    "Kanjeng Mami, ini lho perkenalkan kedua anak saya. Namanya Lola dan Lali."
Ratu    :    "Hallo, apa kabar?"
Lola dan Lali    :    "Baik Ibu Ratu."
Ratu    :    "Pangeran Carvil, kemari, nak."
Pangeran    :    "Iya, Bunda."
Ibu Tiri    :    "Waaah, tampan sekali Pangeran Carvil beda banget kalau di TV. Oya, kenalin anak-anak saya."
Lola dan Lali berebut untuk memperkenalkan diri kepada Pangeran Carvil.
Lola    :    "Hi, aku Lola…"
Lali    :    "Aku Lali." (Sambil menyingkirkan Lola dari hadapan Pangeran)
Lola    :    "Lali, apaan sih! Kan aku duluan!"
Lali    :    "Udah kamu diam aja!"
Lola    :    "Enak aja aku disuruh diam!"(Sambil menyingkirkan Lali)
Ibu Tiri    :    "Sudah-sudah! Ehm, Pangeran, bagaimana kalau…"
Tiba-tiba datanglah seorang gadis cantik yang membuat semua orang terpana.
Ibu Tiri    :    "Pangeran, Pangeran."(Menegur Pangeran yang sedang bengong)
Pangeran    :    "Sebentar."(Menuju ke arah Ella)
Lola dan Lali    :    "Aduh, kita dicuekin!"
Pangeran pun menghampiri Cinderella.
Pangeran    :    "Namamu siapa?"
Cinderella    :    "Namaku Cinderella."
Ratu    :    "Pangeran… Kemari untuk memotong kue."
Pangeran    :    "Iya, Ibunda."
Pangeran pun mendatangi ibunya sambil mengajak Cinderella untuk memotong kue.
Lola    :    "Pasti kue pertama untuk aku."
Lali    :    "Bukan… Pastinya untuk aku lah."
Ibu Tiri    :    "Ssssttt… Itu kue untuk mama."
Lola dan Lali    :    "Ih, mama kepedean! Ingat umur, ma."
Pangeran memberikan kue pertama itu kepada Cinderella.
Pangeran    :    "Kue pertama ini khusus ku berikan hanya untukmu."
Cinderella    :    "Terimakasih, Pangeran."
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, Cinderella pun bergegas meninggalkan istana.
Cinderella    :    "Astaga, sudah jam 10, maaf Pangeran, aku harus pergi sekarang."
Pangeran    :    "Ada apa? Apakah ada masalah?"
Tanpa pikir panjang Cinderella pun bergegas pergi meninggalkan istana dan tanpa sadar sandal jepitnya terlepas dari kakinya.
Pangeran    :    "Tunggu…"
Cinderella    :    "Maafkan aku, aku harus pergi."
Pangeran    :    "Kenapa?"
Cinderella    :    "Kamu akan kecewa jika melihat aku yang sebenarnya."
Pangeran    :    "Cinderella…"
Cinderella terus berlari tanpa menghiraukan Pangeran.

 
Di rumah.
Lola    :    "Aduuuh… Kenapa Pangeran tidak memberikan kue pertama itu kepadaku?"
Lali    :    "Pangeran juga tidak memberikan kue pertama itu kepadaku! Malahan Pangeran memberikannya pada gadis lain. Memang siapa sih wanita itu?"
Lola    :    "Apakah nyak mengenal gadis itu?"
Ibu Tiri    :    "Mana mama tau siapa gadis itu! Semua ini salah kalian berdua yang tidak bisa merebut hati Pangeran!!!"
Lali    :    "Ini semua salah Pangeran yang tidak bisa memilih gadis dengan baik."
Lola    :    "Iya, betul. Mungkin Pangeran perlu menggunakan kacamata kuda!!!"
Lali    :    "Emang ada???"
Lola    :    "Ya adalah kalo diada-adain…"
Ibu Tiri    :    "Eh, eh… kenapa jadi bahas kacamata? Sekarang yang harus kalian pikirkan adalah bagaimana agar bisa merebut hati Pangeran?!"
Lali    :    "Ngomong-ngomong si Ella mana yah?"
Lola    :    "Iya nih, kok nggak kelihatan batang hidungnya?"

 
Di gudang.
Cinderella    :    "Malam ini adalah malam yang paling istimewa di hidupku."

 
Keesokan harinya.
Istana
Pangeran    :    "Bunda, iziinkan aku mencari gadis yang memiliki sandal ini."
Ratu    :    "Tentu saja anakku."
Pangeran    :    "Ayah, aku mohon pamit."
Raja    :    "Baiklah anakku, ayah akan mengutus prajurit untuk mendampingimu."

 
Diperjalanan
Prajurit    :    "Apakah Pangeran yakin akan menemukan gadis pemilik sandal ini?"
Pangeran    :    "Tentu saja, aku akan berusaha menemukannya."
Tiba-tiba mereka sampai di sebuah rumah.
Prajurit    :    "Permisi."(Sambil mengetuk pintu)
Ibu Tiri    :    "Iya sebentar. Eh, orang dari kerajaan. Ada apa ya? Mari masuk."
Pangeran    :    "Tidak, terimakasih. Kami disini saja. Apakah ibu mempunyai anak gadis?"
Ibu Tiri    :    "Tentu saja. Lola, Loli… Kemari."
Lola dan Lali    :    "Iya mama."
Prajurit    :    "Bukannya disini ada 3 orang gadis?"
Ibu Tiri    :    "Yang satu adalah pembantu saya dan dia tidak mungkin ada di pesta."
Prajurit    :    "Baiklah, tolong Lola dan Loli mencoba sandal ini."
Lola    :    "Ini pasti pas buat aku. Loh kok kekecilan, pasti ada yang salah dengan sandalnya."
Lali    :    "Hahaha… Pasti itu cocok untukku. Loh kok kebesarann!"
Ibu Tiri    :    "Minggir-minggir biar aku yang mencobanya! Aduh, kenapa kesempitan?! (Memaksakan kakinya agar pas dengan sandal itu)
Pangeran    :    "Bagaimana jika pembantumu ikut mencobanya, bukankah dia seorang gadis?"
Lola dan Lali    :    "Tapi…"
Ibu Tiri    :    "Dia hanya seorang pembantu, dia tidak pantas."
Tiba-tiba Cinderella keluar dan menawarkan dirinya untuk mencoba sandal itu.
Prajurit    :    "Silahkan mencobanya."
Cinderella    :    "Baiklah."
Prajurit    :    "Pangeran, ternyata sandalnya pas."
Pangeran    :    "Benarkah, ternyata selama ini kau gadis yang kucari."
Cinderella    :    "Aku juga mempunyai pasangannya."
Akhirnya Pangeran pun menemukan cinta sejatinya.

Whatever


“Terserah Kalian Mau Ngasih Judul Apa”
Pagi itu aku terbangun dari tidur malamku yang bisa dibilang lumayan nyenyak. Aku terbangun dengan kondisi tubuh yang masih terpontang panting. Ya tentu saja karena saat itu aku baru saja sembuh dari penyakitku yang begitu menyebalkan, mereka selalu datang menyerangku saat libur panjang tiba! Imbasnya aku jadi nggak bisa menikmati liburanku walaupun cuma sehari. Hari ini aku bangun pagi karena hari ini sudah harus kembali ke sekolah lagi. Ini akan menjadi hari yang sangat membosankan batinku, betapa tidak! Matematika menjadi pelajaran pembuka setelah harus libur selama 1 minggu untuk tidak memandang sekaligus memahami pelajaran itu. Tidak salah kalau semua anak sekolah membenci pelajaran yang teramat sangat membosankan itu.
Setiba di sekolah dan memarkirkan motorku di tempat biasa, aku dikejutkan dengan seorang cowok (ya bisa dibilang tampan) yang nggak pernah aku liat sebelumnya di sekolah dimana aku menimba ilmu sebanyak mungkin. Dia menegurku dengan senyum manisnya yang mungkin bisa menyihir seantero cewek-cewek yang ada di sekolah ini. Aku pun juga hanya membalasnya dengan senyumanku yang paling manis (walaupun agak dipaksa). Tapi yang bikin aku kaget, cowok itu malah ngajak aku ngobrol sampe di kelas. Dan yang lebih mengejutkan lagi dia sekelas dengan aku. Terang aja aku langsung menghajar dia dengan segudang pertanyaan yang pasti mudah untuk dijawab olehnya. Ya ternyata emang dia menjawabnya dengan enteng. Begini percakapanku antara orang yang bernama Natha itu:
Natha   :(Tersenyum dengan manis)
Aku     :(Membalas senyumnya yang tak kalah manis)
Natha   : "Hai,anak sini juga ya?"
Aku     : "Yaiyalah. Kamu siapa? anak baru ya?"
Natha   : "Aku, Natha. Iya aku anak baru di sekolah ini, pindahan dari Bandung. Nama kamu siapa? Boleh kenalan kan?"
Aku     : "Ouh, gitu! Aku, Nichole. Tapi kamu bisa panggil aku Niki. Kapan kamu pindah?
Natha   : "Sabtu yang lalu."
Aku     : "Boleh tau kenapa kamu pindah?"
Natha   : "Umm, karna ikut ayahku yang pekerjaannya dipindah kesini."
Aku     : "Hei, aku udah nyampe kelas ni. Aku duluan ya."
Natha   : "Tapi ini juga kelasku."
Aku     : "Apaaa??? Jadi kita sekelas??"
Natha   : "Iya, kenapa? Ada yang salah?"
Aku     : "Nggak kok. Ku kira tadi kamu anak baru di kelas sebelah."
Natha   :(Hanya tertawa setelah melihat pipi Niki yang bersemu merah)
Aku     : "Udah dong jangan ketawa lagi! Aku malu nih! Jadi kamu duduk sama siapa?"
Natha   :(Hanya mengangkat kedua bahunya karna dia memang belum tau harus jadi teman sebangku dari siapa)
Aku     : "Yah, berarti kamu belum boleh duduk."
Natha   : "Oke."
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku waktu liat kelakuannya yang bisa ku bilang bukan seperti cowok lainnya yang ada di sekolah ini. Dia begitu tau bagaimana cara mengajak seorang cewek bicara hingga membuat pipi cewek itu bersemu merah. Waktu telah menunjukkan pukul 7 lewat 15 pagi waktu dimana keadaan sekolah yang sudah mulai ramai. Saat dimana para guru bersiap untuk memberikan pelajaran. Ya seperti yang ku bilang tadi bahwa pagi ini adalah pelajaran matematika. Gurunya wali kelasku sendiri yaitu Pak Dani. Guru muda ini lumayan populer di kalangan siswa perempuan di sekolah ini karena beliau merupakan guru yang tampan. Bagi anak-anak lain beruntung mendapatkan guru matematika seperti beliau, tapi bagiku sama saja dengan guru lainnya. yang memperburuk keadaan adalah dia sekaligus wali kelasku. Oh My God!! Mimpi buruk bagiku.
Sebelum pelajaran dimulai Pak Dani memperkenalkan Natha di depan kelas. Beliau seperti merasa bangga karena Natha dimasukkan di kelasnya. Ya soalnya menurut kabar yang beredar, anak baru ini mempunyai talenta yang banyak dengan otak yang encer apalagi di bidang sains. Hari itu aku merasa pelajaran yang dibawakan Pak Dani begitu nyaman, apa karna Ana pindah? Dan digantikan oleh Cowok tampan di sampingku? Hedeh, Niki apa-apaan sih kamu! Ada-ada aja, batinku.
Bel istirahat berbunyi, semua murid menghambur ke kantin ada juga yang hanya merogoh tasnya untuk mengeluarkan bekal yang dibawa dari rumah. Ana dan Ratna mengajakku ke kantin tapi entah mengapa hari itu aku tidak nafsu makan, aku menolak ajakan mereka dengan sopan tentunya. Aku merasa bosan berada di dalam kelas, aku pun pergi keluar. Saat aku keluar kelas ku yang berada di lantai dua aku melihat pemandangan yang biasanya hanya akan terjadi saat ada murid baru di sini. Ya, aku pun langsung teringat pada Natha, cowok yang tadi pagi mengajakku kenalan dan menjadi teman sebangkuku. Pasti Natha yang mereka kerubungi, begitu batinku. saat aku menuruni tangga Sesil yang juga merupakan anak kelas lain memberitahuku kalau ada anak baru di bawah. Aku hanya tersenyum mendengar pengumuman itu. Tapi saat melihat ke arah dimana cewek-cewek pada bergerombolan untuk berkenalan dengan Natha, dari tangga ini aku bisa melihat pandangan mata Natha menuju ke arah ku seakan dia memintaku untuk membantunya keluar dari segerombolan cewek-cewek centil itu. Lantas seakan tanpa kendaliku kakiku melangkah menuju ke arah tempat dimana Natha berdiri! Dan ternyata memang aku benar-benar berada di depan Natha sekarang. Aku sendiri nggak tau bagaimana hal itu bisa terjadi? Bagaimana aku bisa melewati segerombolan cewek-cewek cantik yang nggak mungkin ada cowok yang menolaknya? Bagaimana mungkin sekarang aku telah meraih tangan Natha dan menariknya dari tempat gila itu? Aku benar-benar nggak sadar.
Lalu aku membawa Natha ke perpustakaan dan menceritakan semua yang kulakukan itu di luar kendaliku, Natha hanya tertawa tanpa henti. Aku kesal melihatnya lalu meninggalkannya di ruangan itu. Tapi tiba-tiba tangan Natha meraih tanganku untuk memberi isyarat kalo aku nggak boleh pergi dari situ. Aku hanya menurut karena bagaimanapun kata Pak Dani, Natha itu tanggungjawabku karna dia teman sebangkuku. Sebenarnya teman sebangkuku Ana sahabatku sendiri tapi aku harus mengalah karena baik dia maupun Ratna (teman sekelasku yang tidak punya teman sebangku) sama-sama nggak mau duduk dengan cowok! Walhasil Ana pindah dengan Ratna dan aku jadi sama Natha. Sebenarnya cewek-cewek di kelasku pada nggak setuju kalo aku duduk dengan Natha, tapi apa boleh buat, nggak ada kursi lagi selain di sampingku. Hehehe…
Bel jam pelajaran terakhir berdentang, Natha bertanya padaku apa pelajaran terakhir lalu aku hanya menjawabnya dengan nada yang teramat sangat datar. Pelajaran terakhir terasa sangat lama, tapi kami melewati dengan lumayan sabar. Akhirnya bel pulang pun berdentang, semua murid merasa sangat senang. Saat Pak Irwan meninggalkan kelas, tiba-tiba Riyan selaku ketua kelas di kelasku maju ke depan dan menyuruh kami semua duduk kembali. Kami semua pun bersorak padanya. Dia mengumumkan perihal perayaan ulang tahun sekolah yang akan diselenggarakan satu bulan lagi dan parahnya setiap kelas harus merias kelas mereka hingga tampak cantik, kemudian dapat menampilkan minimal satu keterampilan. Riyan sudah memutuskan keputusan sepihak bahwa kelas kami akan menampilkan band. Aku hanya setuju-setuju saja dengan keputusan Riyan tapi tidak untuk anak yang lain mereka tidak setuju dengan keputusan sepihak dari Riyan. Mereka ingin melaksanakan rapat besok sepulang sekolah, Riyan pun menyetujuinya. Setelah itu pun dia mengizinkan kami pulang.
Saat di tempat parkir terjadi lagi percakapan yang cukup lama antara aku dan Natha, yang bermula karena kakiku tersangkut di got yang kecil. Natha menolongku, dan membopongku sampai di tempat dimana aku memarkirkan motorku.
Aku     : "Makasih ya, udah nolongin aku."
Natha   : "Ya sama-sama. Oya, aku boleh nanya?"
Aku     : "Apa?"
Natha   : "Kenapa tadi kamu setuju aja dengan rencana Riyan?"
Aku     : "Ummm... Aku... Aku males aja memperibet keputusan. Masalahnya kita cuma punya waktu 1 bulan. Itu waktu yang sempit!Kamu nggak mikir apa?" (aku menjawabnya dengan emosi yang nggak terkendali)
Natha   : "Tapi kita ngerjainnya kan sama-sama, nggak individual. Jadi besok kamu nggak ikut rapat?"
Aku     : "Nggak!Soalnya aku banyak job besok. Besok mamaku pulang dari New York."
Natha   : "Mama kamu di New York? Kamu disini tinggal sama siapa?"
Aku     : "Aku disini tinggal dengan pelayanku. Tapi karna mamaku buka usaha jasa kost-kost-an, tapi atas permintaanku juga sih, jadi tiap hari aku sering ke situ buat cari temen. kenapa?"
Natha   : "Yang kost-an PUTRA-PUTRI itu?"
Aku     : "Iya! Kok tau?"
Natha   : "Aku ngekost di situ."
Aku     : "Lho? Tapikan kamu disini sama ortumu? Kok ngekost?"
Natha   : "Aku pengen mandiri. Yaudah, Kita pulang bareng yok?"
Aku     : "Oke!"
Aku dan Natha pulang bersama, saat kami tiba di depan rumahku, dia  bilang kalo mulai besok aku nggak perlu bawa motor lagi karena dia bakalan jemput aku buat pergi ke sekolah. Aku menerima tawaran itu, itung-itung buat hemat biaya biar nggak beli bensin terus tiap minggu. Walhasil mulai besok aku dijemput sama Natha.

Aku terpaksa bangun dari tidur lelapku, karena aku mendengar suara dari balik jendela kamarku. Aku segera mengubah posisiku dari yang tadinya malas-malasan menjadi sikap sigap bak tentara yang akan menghadapi serangan. Sambil membawa tongkat baseball yang memang sengaja selalu ku letakkan di bawah tempat tidurku manakala ada maling yang berusaha membobol kamarku, aku bisa langsung menghajarnya dengan tongkat ini. Saat sudah berada di dekat tempat suara itu berasal aku langsung menodongkan tongkatku ke arah orang itu. Aku terkejut ketika orang itu berbicara, aku seperti mengenal suaranya lantas aku langsung menyalakan lampu kamarku. Dan ternyata orang yang tadi mengejutkanku dengan suaranya itu adalah Natha, teman baruku.
Aku     : “Natha??”
Natha   : “Malam, Niki.”
Aku     : “Ngapain kamu malam-malam begini mengendap-endap ke kamarku??”
Natha   : “Iya aku tau ini masih malam, aku pengen ngajak kamu ke suatu tempat yang pasti kamu nggak pernah kesitu pagi-pagi buta.” (dengan senyum yang penuh arti)
Aku     : “Emmm.. emang mau kemana?”
Natha   : “Udah, yang penting kamu ikut aja.”
(Natha menarik tanganku sambil berlari menuju anak-anak tangga yang akan membawa kami ke pintu keluar)
Niki     : “Nath, bentar aku cape banget ni!”
Natha   : “Bentar lagi nyampe kok.”
Niki     : “Berapa kilo?”
Natha   : “Kamu kira kita mau ke kota sebelah apa?”
Niki     : “Hahaha… lucu kamu, Nath. Emang kita mau kemana?”
Natha   : “Kesini! Sambil ke kursi taman.”
Niki     : “Ngapain disini?”
Natha   : “Kita nunggu jam 6 ya.”
Niki     : “Mau liat matahari terbit ya?”
Natha   : “Iya, kamu suka kan?”
Niki     : “Iyalah, cewek mana yang nggak suka momen itu.”
Natha   : “Siapa tau kamu nggak.”
Aku hanya memalingkan wajahku sembari membatin. Ya ampun Natha sweet banget. Jarang ada cowok kayak dia.
Kami pun menunggu matahari terbit bersama. Aku menyandarkan kepalaku di kursi karena aku masih terlalu mengantuk untuk bangun sepagi ini.

Di sekolah
Kata Riyan hari  ini nggak ada kegiatan belajar mengajar! Yeeeyyy! Seisi kelas seperti gembira karena memenangkan piala olimpiade sains. Padahal Cuma gara-gara nggak belajar, gimana nggak seneng banget?! Pasalnya system belajar mengajar diberhentikan selama satu bulan ke depan buat menyambut hari ulang tahun sekolah. Saat aku melihat Natha, sepertinya dia nggak menyukai suasana ini. Tapi aku merasa aneh dengan wajah Natha yang kelihatan pucat, aku menghampirinya tapi… Ada seorang cewek dari kelas lain yang duluan menghampirinya. Aku memundurkan langkahku, Natha sempat menatap mataku tapi aku memalingkan wajahku dan pergi menghampiri Riyan, sepertinya Natha kecewa dengan perlakuanku. Aku hanya bisa mengucapkan kata maaf dalam hatiku.
Aku dan teman-temanku sudah mulai menghias kelas, kami mengambil tema alam. Ana yang pandai melukis, melukis bagian belakang dinding kelas dengan cat minyaknya, dia melukis kehidupan hutan dengan banyak binatang, pohon, dan bunga, kelas kami beruntung karena salah satu penghuninya adalah siswa yang meraih gelar juara 2 untuk lomba melukis tingkat internasional. Sungguh prestasi yang luar biasa! Saat kami tengah asik menghias kelas tiba-tiba ada teriakan dari bawah tangga. Aku pun langsung berseru, “WHAT’S THE MATTER?”
Seisi koridor lantai dua dipenuhi siswa yang menghuni kelas atas, aku langsung berlari turun ke bawah, saat aku menuruni anak tangga, aku mendapati Natha terkapar dengan darah yang mengalir kemana-mana. Aku melihat kearah cewek yang tadi mengajaknya pergi, dengan panik aku membopong Natha, merogoh kantong celananya untuk menemukan kunci mobilnya, aku membopong Natha ke tempat parkir dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku terlalu panik sampai-sampai aku lupa untuk menyadari kalau aku tidak bisa mengemudikan mobil manual, Tuhan sangat menyayangiku, saat menolong Natha aku langsung tau bagaimana caranya mengemudikan mobil dengan desain manual. Dengan cepat aku melesat ke rumah sakit.
Aku terus menunggu Natha tanpa memberi kabar kepada yang lain, sampai seisi sekolah khawatir. Tak henti-hentinya Ana menelponku, aku hanya menangis saat menjawab telpon dari Ana. Tak lama kemudian, dokter yang menangani Natha keluar dari UGD.
Aku     : “Dok, gimana keadaan teman saya? Dia baik-baik aja kan,dok?”
Dokter  : “Saat ini Natha sedang dalam masa kritis, dia kehilangan banyak darah. Ditambah dengan penyakitnya yang parah.”
Aku     : “Apa?? Apa maksud dokter dengan penyakitnya yang parah?”
Dokter  : “Kamu tidak tau, nak? Bahwa Natha temanmu, mempunyai kanker didalam darahnya?”
Aku     : “Bagaimana mungkin, dok? Natha sehat-sehat saja, dok. Dia nggak sakit.”
Air mataku semakin mengalir ketika mengetahui penyakit Natha yang begitu parah, aku mendonorkan darahku untuk mencukupi kebutuhan darah pada tubuh Natha.
Setelah satu minggu di rawat Natha pun mulai sadar, teman-teman sangat senang melihat perkembangan kesehatan Natha yang kian membaik. Hari ini mereka ingin menjenguk Natha, karena kata para guru, kami baru boleh menjenguk Natha beramai-ramai saat dia sudah sadar.
Riyan   : “Nik?”
Aku     : “Kenapa, yan?”
Riyan   : “Kamu ikut kita jenguk Natha? Hari ini dia sudah sadar lho!”
Aku     : “Emmmm… kayaknya enggak.”
Riyan   : “Kenapa? Apa karena ada Siska? Cewek yang bawa Natha pergi sebelum kejadian itu? Yang cuma bisa diam ketakutan waktu melihat Natha jatuh dari tangga?”
Aku     : “Bukan karna itu kok.”
Riyan   : “Hmmm… yasudah, aku ngekoordinir temen-temen yang mau ikut dulu ya.”
Aku     : “Eh, Yan..”
Riyan   : “Ada apa? Berubah pikiran?”
Aku     : “Enggak! Aku cuma mau nanya, Siska tu jurusan apa? Kelas berapa?”
Riyan   : “Kalo nggak salah sih ya, dia tu anak multimedia kelas 1. Jangan dilabrak lho ya!” (sambil menebar senyumnya, yang bikin cewek satu kelas leleh)

Di rumah sakit.
Riyan   : “oke, temen-temen, kita nggak boleh ribut ya, aku yang membuka acara penjengukan kita pada hari ini.”
Riyan mengetuk pintu kamar Natha dengan penuh penghayatan. Kemudian sesosok pria yang bijaksana menyambut kedatangan teman-teman sekelasku dengan senyumnya yang mirip dengan senyum manis Natha. Beliau tak lain adalah ayah Natha, tuan Hendra Wirawan. Beliau mempersilakan teman-temanku masuk. Mereka lalu menghambur untuk melihat Natha, tak ayal kami melihat jiwanya Riyan yang sesungguhnya, yaitu mengasihi semua orang, dia memeluk erat Natha seakan tak ingin berpisah dengan teman barunya.
Natha   : “Mana Niki? Dia nggak ikut?”
Lila     : “Ciiee… Kak Natha, kenapa nih nyariin Kak Niki? Pacarnya sendiri si Siska nggak dicari apa? Ntar cemburu lho dia!”
Ana     : “Hah? Jadi Siska ni pacarmu, Nath?”
Natha   : “Yah… Begitulah kenyataannya.”
Lia      : “Niki lagi di rumah nemanin mamanya ke spa. Sekalian ngerilekskan diri sih katanya tadi. Kenapa memangnya nyariin Niki?”
Natha   : “Aku mau ngucapin terimakasih sama dia, udah nolongin aku.”
Mereka menghibur Natha dengan lelucon-lelucon mereka yang tak kalah lucu dengan lelucon para comedian terkenal. Natha sangat terhibur dengan kedatangan mereka. Mereka pun juga senang bisa menghibur Natha, walaupun dari awal datang sampai harus bersiap pulang mereka selalu melihat Siska menggenggam tangan Natha tanpa mau melepasnya, Natha terlihat risih dengan kelakuan pacarnya itu. Siska tidak ikut pulang bersama teman-teman yang lain, dia ingin menemani Natha sampai besok.

Di spa.
Mama   : “Hei, what’s the matter with you, honey?”
Aku     : “Aku nggak apa-apa kok, ma.”
Mama   : “Jangan bohong sama mama. Kamu ada masalah? Apa cowok yang bernama Natha itu?”
Aku     : “Stop,ma! Aku nggak mau dengar namanya lagi.”
Mama   : “Kenapa sayang?”
Aku hanya menangis dan terus menangis dipelukan mama.
Mama   : “Mama dengar, teman-temanmu hari ini jengukin dia? Kamu nggak, sayang?”
Aku     : “Rencananya habis nemenin mama aku mau jengukin dia.”
Mama   : “Oke, kamu pulang aja sekarang, mama bisa sendiri kok, jenguk dia sekarang, nak.”
Aku     : “Are you sure mam?”
Mama   : “Of course.”
Aku langsung pergi ke tempat parkir dan melaju ke rumah sakit. Aku membeli buah-buahan di supermarket yang ada di dekat rumah sakit lalu aku kembali ke mobil dan memarkirkan mobilku di lapangan parkir rumah sakit. Aku melangkah dengan cepat. Saat tiba di depan kamar Natha, aku mendengar suara Natha samar-samar sedang kelahi dengan seorang cewek, saat aku mengintip ternyata cewek itu adalah Siska. Aku terus mendengarkan pembicaraan mereka.
Natha   : “Kamu kemana waktu aku jatuh? Kamu malah semakin mendorongku waktu itu. Kamu kenapa, Sis? Kamu ingin aku mati? Kamu malu punya cowok penyakitan kayak aku?”
Siska    : “Bukan gitu, Nath. Aku.. aku Cuma panik , aku nggak tau harus ngapain waktu itu. Aku bingung.”
Natha   : “Kamu pacarku, Sis, harusnya kamu bisa memaklumi kekuranganku yang begitu banyak. Aku nggak pernah minta kamu jadi pacarku! Tapi kamu yang minta aku, kamu harus sadar satu hal itu.”
Aku nggak kuat lagi mendengar pertentangan diantara mereka, aku langsung membuka pintu kamar Natha. Alhasil, seisi kamar menjadi hening, tak ada satupun yang bersuara, mataku hanya tertuju pada Natha, yang tanpa kami sadari kami bertatapan untuk waktu yang cukup lama. Kemudian aku membuka mulut mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di kamar ini. Tak seharusnya orang yang sedang sakit berkelahi. Baik Natha ataupun Siska sama-sama bungkam, tak ada yang menjawab pertanyaanku. Aku pergi dengan meninggalkan rangkaian buah-buahan yang sengaja aku beli untuk Natha. Di sepanjang perjalanan pulang aku menangis tiada henti, sesampainya di rumah aku langsung mengurung diri di kamar, mama heran dengan kelakuanku. Dugaanku selama ini memang benar, Natha sudah mempunyai pacar mana mungkin dia menyukaiku. Aku memaki diriku tiada henti.
Keesokan harinya, tubuhku terasa lemas, padahal hari ini hari terakhir untuk menghias kelas. Aku paksakan diriku bangun dari kasur untuk mandi, mungkin setelah mandi badanku kembali segar. Tapi setelah mandi, aku merasa semakin lemas. Aku putuskan pergi ke sekolah dengan supir, saat aku keluar mencari supir aku melihat mobil Natha parkir di depan rumahku. Ya! Itu memang Natha, dia sedang berbincang dengan mama. Saat aku membelokkan langkahku , mama memanggilku, akupun terpaksa menghampiri mama.
Mama   : “Saaayang, kok mau pergi sih tadi? Ada Natha ni, dia jemputin kamu.”
Aku     : “Aku pergi sendiri aja, ma. Lagian kan Natha baru sembuh, mana boleh mengemudi.”
Natha   : “Udah boleh kok sama dokter. Lagian aku juga mau ngomong sesuatu.”
Aku     : “Eeemmm… Tapi…”
(Natha menarikku, dia membawaku masuk ke dalam mobilnya)

Aku     : “Mau ngomong apa?”
Natha   : “Nggak ngomong apa-apa kok. Aku bohong biar kamu mau ikut ma aku.”
Aku     : “Hmmmm… Turunin aku disini!”
Natha   : “Eh, kenapa? Sekolah udah dekat.”
Aku     : “Justru karna udah dekat makanya aku minta turunin disini. Ntar kalo aku turun di parkiran  sekolah pacar kamu liat terus cemburu.”
Natha   : “Aku lagi marahan ma dia, jadi nggak usah khawatir!”
Aku pun turun di lapangan parkir sekolah yang cukup luas, benar dugaanku kalo semua cewek seantero sekolah bakalan liatin aku dengan mata yang sinis gara-gara aku turun dari mobilnya Natha. Melihat cewek-cewek itu Natha malah menggandeng tanganku dengan pasti. Hmmm… aku benar-benar luluh olehnya.
Di kelas
Natha mendudukanku di kursiku, lalu dia mendekatkan wajahnya dengan wajahku hingga hidungnya yang mancung menempel di hidungku. Dia menutup matanya sambil menggenggam tanganku, aku bingung dengan apa yang dilakukannya teman-teman sekelasku membuat sebuah lingkaran untuk melihat kami. Aku hanya bisa terdiam mengikuti apa yang Natha lakukan.
Natha   : “Nik, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi jangan lepaskan genggaman tanganku ya?”
Aku     : “Iya, Nath! Ngomong aja.
Natha   : “Pertama aku mau bilang sama kamu, kalo aku udah putus sama Siska.”
Aku     : “Apa? Ta…tapi kenapa kalian putus?”
Natha   : “Itu nggak penting! Terus yang kedua aku mau jujur ma kamu kalo aku sebenarnya dari awal ketemu kamu di parkiran, aku ngerasa aku suka sama kamu! Apa kamu juga suka sama aku?”
Aku     : “Masa? Kamu serius?”
Natha   : “Iya, aku serius! Kamu mau jadi pacarku?”
Aku     : “Emmm… “ (aku lantas melonggarkan genggaman tangan Natha)
Teman-teman seisi kelas menyuruhku untuk menerima Natha. Mereka terus bersorak, kepalaku semakin pusing, tanpa pikir panjang aku pun mengangguk sambil tersenyum kepada Natha dan teman-teman sekelasku. Natha memelukku, tapi saat itu aku hampir kehilangan kesadaran langsung saja Natha menggendongku yang masih setengah sadar ke UKS. Kata penjaga UKS kepada Natha kalo aku sedang demam jadi butuh istirahat sebentar. Karna penjaga UKS harus pergi ke rumah sakit untuk menghadiri seminar, beliau meminta Natha untuk menjagaku. Tentu saja Natha mau.
 Saat itu, hanya ada kami berdua di UKS. Aku merasa sudah baikan, Natha malah menyuruhku tetap berbaring padahal sekolah sudah sepi hanya ada anak OSIS yang masih melakukan kegiatan harian mereka. Natha menghampiriku, aku pun duduk dengan bersandar di bantal.
Aku     : “Aku masih nggak percaya aku menerima kamu jadi pacarku. Kenapa aku bisa nerima kamu?”
Natha   : “Jadi sebenarnya kamu nggak mau nerima aku?” (Natha melancarkan aksi ngambeknya)
Aku     : “Seharusnya begitu!”
Natha semakin ngambek karna mendengar jawabanku yang begitu singkat dan pasti. Dia malah memintaku melakukan tos. Saat aku sudah menepukkan tanganku ke tangannya, dia mencium pipiku. Aku langsung memukul lengannya lembut. Kami terus bercanda di dalam UKS hingga malam menjelang.

-THE END-