“Terserah Kalian Mau Ngasih Judul Apa”
Pagi itu aku terbangun dari tidur malamku yang bisa dibilang lumayan nyenyak. Aku terbangun dengan kondisi tubuh yang masih terpontang panting. Ya tentu saja karena saat itu aku baru saja sembuh dari penyakitku yang begitu menyebalkan, mereka selalu datang menyerangku saat libur panjang tiba! Imbasnya aku jadi nggak bisa menikmati liburanku walaupun cuma sehari. Hari ini aku bangun pagi karena hari ini sudah harus kembali ke sekolah lagi. Ini akan menjadi hari yang sangat membosankan batinku, betapa tidak! Matematika menjadi pelajaran pembuka setelah harus libur selama 1 minggu untuk tidak memandang sekaligus memahami pelajaran itu. Tidak salah kalau semua anak sekolah membenci pelajaran yang teramat sangat membosankan itu.
Setiba di sekolah dan memarkirkan motorku di tempat biasa, aku dikejutkan dengan seorang cowok (ya bisa dibilang tampan) yang nggak pernah aku liat sebelumnya di sekolah dimana aku menimba ilmu sebanyak mungkin. Dia menegurku dengan senyum manisnya yang mungkin bisa menyihir seantero cewek-cewek yang ada di sekolah ini. Aku pun juga hanya membalasnya dengan senyumanku yang paling manis (walaupun agak dipaksa). Tapi yang bikin aku kaget, cowok itu malah ngajak aku ngobrol sampe di kelas. Dan yang lebih mengejutkan lagi dia sekelas dengan aku. Terang aja aku langsung menghajar dia dengan segudang pertanyaan yang pasti mudah untuk dijawab olehnya. Ya ternyata emang dia menjawabnya dengan enteng. Begini percakapanku antara orang yang bernama Natha itu:
Natha :(Tersenyum dengan manis)
Aku :(Membalas senyumnya yang tak kalah manis)
Natha : "Hai,anak sini juga ya?"
Aku : "Yaiyalah. Kamu siapa? anak baru ya?"
Natha : "Aku, Natha. Iya aku anak baru di sekolah ini, pindahan dari Bandung. Nama kamu siapa? Boleh kenalan kan?"
Aku : "Ouh, gitu! Aku, Nichole. Tapi kamu bisa panggil aku Niki. Kapan kamu pindah?
Natha : "Sabtu yang lalu."
Aku : "Boleh tau kenapa kamu pindah?"
Natha : "Umm, karna ikut ayahku yang pekerjaannya dipindah kesini."
Aku : "Hei, aku udah nyampe kelas ni. Aku duluan ya."
Natha : "Tapi ini juga kelasku."
Aku : "Apaaa??? Jadi kita sekelas??"
Natha : "Iya, kenapa? Ada yang salah?"
Aku : "Nggak kok. Ku kira tadi kamu anak baru di kelas sebelah."
Natha :(Hanya tertawa setelah melihat pipi Niki yang bersemu merah)
Aku : "Udah dong jangan ketawa lagi! Aku malu nih! Jadi kamu duduk sama siapa?"
Natha :(Hanya mengangkat kedua bahunya karna dia memang belum tau harus jadi teman sebangku dari siapa)
Aku : "Yah, berarti kamu belum boleh duduk."
Natha : "Oke."
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku waktu liat kelakuannya yang bisa ku bilang bukan seperti cowok lainnya yang ada di sekolah ini. Dia begitu tau bagaimana cara mengajak seorang cewek bicara hingga membuat pipi cewek itu bersemu merah. Waktu telah menunjukkan pukul 7 lewat 15 pagi waktu dimana keadaan sekolah yang sudah mulai ramai. Saat dimana para guru bersiap untuk memberikan pelajaran. Ya seperti yang ku bilang tadi bahwa pagi ini adalah pelajaran matematika. Gurunya wali kelasku sendiri yaitu Pak Dani. Guru muda ini lumayan populer di kalangan siswa perempuan di sekolah ini karena beliau merupakan guru yang tampan. Bagi anak-anak lain beruntung mendapatkan guru matematika seperti beliau, tapi bagiku sama saja dengan guru lainnya. yang memperburuk keadaan adalah dia sekaligus wali kelasku. Oh My God!! Mimpi buruk bagiku.
Sebelum pelajaran dimulai Pak Dani memperkenalkan Natha di depan kelas. Beliau seperti merasa bangga karena Natha dimasukkan di kelasnya. Ya soalnya menurut kabar yang beredar, anak baru ini mempunyai talenta yang banyak dengan otak yang encer apalagi di bidang sains. Hari itu aku merasa pelajaran yang dibawakan Pak Dani begitu nyaman, apa karna Ana pindah? Dan digantikan oleh Cowok tampan di sampingku? Hedeh, Niki apa-apaan sih kamu! Ada-ada aja, batinku.
Bel istirahat berbunyi, semua murid menghambur ke kantin ada juga yang hanya merogoh tasnya untuk mengeluarkan bekal yang dibawa dari rumah. Ana dan Ratna mengajakku ke kantin tapi entah mengapa hari itu aku tidak nafsu makan, aku menolak ajakan mereka dengan sopan tentunya. Aku merasa bosan berada di dalam kelas, aku pun pergi keluar. Saat aku keluar kelas ku yang berada di lantai dua aku melihat pemandangan yang biasanya hanya akan terjadi saat ada murid baru di sini. Ya, aku pun langsung teringat pada Natha, cowok yang tadi pagi mengajakku kenalan dan menjadi teman sebangkuku. Pasti Natha yang mereka kerubungi, begitu batinku. saat aku menuruni tangga Sesil yang juga merupakan anak kelas lain memberitahuku kalau ada anak baru di bawah. Aku hanya tersenyum mendengar pengumuman itu. Tapi saat melihat ke arah dimana cewek-cewek pada bergerombolan untuk berkenalan dengan Natha, dari tangga ini aku bisa melihat pandangan mata Natha menuju ke arah ku seakan dia memintaku untuk membantunya keluar dari segerombolan cewek-cewek centil itu. Lantas seakan tanpa kendaliku kakiku melangkah menuju ke arah tempat dimana Natha berdiri! Dan ternyata memang aku benar-benar berada di depan Natha sekarang. Aku sendiri nggak tau bagaimana hal itu bisa terjadi? Bagaimana aku bisa melewati segerombolan cewek-cewek cantik yang nggak mungkin ada cowok yang menolaknya? Bagaimana mungkin sekarang aku telah meraih tangan Natha dan menariknya dari tempat gila itu? Aku benar-benar nggak sadar.
Lalu aku membawa Natha ke perpustakaan dan menceritakan semua yang kulakukan itu di luar kendaliku, Natha hanya tertawa tanpa henti. Aku kesal melihatnya lalu meninggalkannya di ruangan itu. Tapi tiba-tiba tangan Natha meraih tanganku untuk memberi isyarat kalo aku nggak boleh pergi dari situ. Aku hanya menurut karena bagaimanapun kata Pak Dani, Natha itu tanggungjawabku karna dia teman sebangkuku. Sebenarnya teman sebangkuku Ana sahabatku sendiri tapi aku harus mengalah karena baik dia maupun Ratna (teman sekelasku yang tidak punya teman sebangku) sama-sama nggak mau duduk dengan cowok! Walhasil Ana pindah dengan Ratna dan aku jadi sama Natha. Sebenarnya cewek-cewek di kelasku pada nggak setuju kalo aku duduk dengan Natha, tapi apa boleh buat, nggak ada kursi lagi selain di sampingku. Hehehe…
Bel jam pelajaran terakhir berdentang, Natha bertanya padaku apa pelajaran terakhir lalu aku hanya menjawabnya dengan nada yang teramat sangat datar. Pelajaran terakhir terasa sangat lama, tapi kami melewati dengan lumayan sabar. Akhirnya bel pulang pun berdentang, semua murid merasa sangat senang. Saat Pak Irwan meninggalkan kelas, tiba-tiba Riyan selaku ketua kelas di kelasku maju ke depan dan menyuruh kami semua duduk kembali. Kami semua pun bersorak padanya. Dia mengumumkan perihal perayaan ulang tahun sekolah yang akan diselenggarakan satu bulan lagi dan parahnya setiap kelas harus merias kelas mereka hingga tampak cantik, kemudian dapat menampilkan minimal satu keterampilan. Riyan sudah memutuskan keputusan sepihak bahwa kelas kami akan menampilkan band. Aku hanya setuju-setuju saja dengan keputusan Riyan tapi tidak untuk anak yang lain mereka tidak setuju dengan keputusan sepihak dari Riyan. Mereka ingin melaksanakan rapat besok sepulang sekolah, Riyan pun menyetujuinya. Setelah itu pun dia mengizinkan kami pulang.
Saat di tempat parkir terjadi lagi percakapan yang cukup lama antara aku dan Natha, yang bermula karena kakiku tersangkut di got yang kecil. Natha menolongku, dan membopongku sampai di tempat dimana aku memarkirkan motorku.
Aku : "Makasih ya, udah nolongin aku."
Natha : "Ya sama-sama. Oya, aku boleh nanya?"
Aku : "Apa?"
Natha : "Kenapa tadi kamu setuju aja dengan rencana Riyan?"
Aku : "Ummm... Aku... Aku males aja memperibet keputusan. Masalahnya kita cuma punya waktu 1 bulan. Itu waktu yang sempit!Kamu nggak mikir apa?" (aku menjawabnya dengan emosi yang nggak terkendali)
Natha : "Tapi kita ngerjainnya kan sama-sama, nggak individual. Jadi besok kamu nggak ikut rapat?"
Aku : "Nggak!Soalnya aku banyak job besok. Besok mamaku pulang dari New York."
Natha : "Mama kamu di New York? Kamu disini tinggal sama siapa?"
Aku : "Aku disini tinggal dengan pelayanku. Tapi karna mamaku buka usaha jasa kost-kost-an, tapi atas permintaanku juga sih, jadi tiap hari aku sering ke situ buat cari temen. kenapa?"
Natha : "Yang kost-an PUTRA-PUTRI itu?"
Aku : "Iya! Kok tau?"
Natha : "Aku ngekost di situ."
Aku : "Lho? Tapikan kamu disini sama ortumu? Kok ngekost?"
Natha : "Aku pengen mandiri. Yaudah, Kita pulang bareng yok?"
Aku : "Oke!"
Aku dan Natha pulang bersama, saat kami tiba di depan rumahku, dia bilang kalo mulai besok aku nggak perlu bawa motor lagi karena dia bakalan jemput aku buat pergi ke sekolah. Aku menerima tawaran itu, itung-itung buat hemat biaya biar nggak beli bensin terus tiap minggu. Walhasil mulai besok aku dijemput sama Natha.
Aku terpaksa bangun dari tidur lelapku, karena aku mendengar suara dari balik jendela kamarku. Aku segera mengubah posisiku dari yang tadinya malas-malasan menjadi sikap sigap bak tentara yang akan menghadapi serangan. Sambil membawa tongkat baseball yang memang sengaja selalu ku letakkan di bawah tempat tidurku manakala ada maling yang berusaha membobol kamarku, aku bisa langsung menghajarnya dengan tongkat ini. Saat sudah berada di dekat tempat suara itu berasal aku langsung menodongkan tongkatku ke arah orang itu. Aku terkejut ketika orang itu berbicara, aku seperti mengenal suaranya lantas aku langsung menyalakan lampu kamarku. Dan ternyata orang yang tadi mengejutkanku dengan suaranya itu adalah Natha, teman baruku.
Aku : “Natha??”
Natha : “Malam, Niki.”
Aku : “Ngapain kamu malam-malam begini mengendap-endap ke kamarku??”
Natha : “Iya aku tau ini masih malam, aku pengen ngajak kamu ke suatu tempat yang pasti kamu nggak pernah kesitu pagi-pagi buta.” (dengan senyum yang penuh arti)
Aku : “Emmm.. emang mau kemana?”
Natha : “Udah, yang penting kamu ikut aja.”
(Natha menarik tanganku sambil berlari menuju anak-anak tangga yang akan membawa kami ke pintu keluar)
Niki : “Nath, bentar aku cape banget ni!”
Natha : “Bentar lagi nyampe kok.”
Niki : “Berapa kilo?”
Natha : “Kamu kira kita mau ke kota sebelah apa?”
Niki : “Hahaha… lucu kamu, Nath. Emang kita mau kemana?”
Natha : “Kesini! Sambil ke kursi taman.”
Niki : “Ngapain disini?”
Natha : “Kita nunggu jam 6 ya.”
Niki : “Mau liat matahari terbit ya?”
Natha : “Iya, kamu suka kan?”
Niki : “Iyalah, cewek mana yang nggak suka momen itu.”
Natha : “Siapa tau kamu nggak.”
Aku hanya memalingkan wajahku sembari membatin. Ya ampun Natha sweet banget. Jarang ada cowok kayak dia.
Kami pun menunggu matahari terbit bersama. Aku menyandarkan kepalaku di kursi karena aku masih terlalu mengantuk untuk bangun sepagi ini.
Di sekolah
Kata Riyan hari ini nggak ada kegiatan belajar mengajar! Yeeeyyy! Seisi kelas seperti gembira karena memenangkan piala olimpiade sains. Padahal Cuma gara-gara nggak belajar, gimana nggak seneng banget?! Pasalnya system belajar mengajar diberhentikan selama satu bulan ke depan buat menyambut hari ulang tahun sekolah. Saat aku melihat Natha, sepertinya dia nggak menyukai suasana ini. Tapi aku merasa aneh dengan wajah Natha yang kelihatan pucat, aku menghampirinya tapi… Ada seorang cewek dari kelas lain yang duluan menghampirinya. Aku memundurkan langkahku, Natha sempat menatap mataku tapi aku memalingkan wajahku dan pergi menghampiri Riyan, sepertinya Natha kecewa dengan perlakuanku. Aku hanya bisa mengucapkan kata maaf dalam hatiku.
Aku dan teman-temanku sudah mulai menghias kelas, kami mengambil tema alam. Ana yang pandai melukis, melukis bagian belakang dinding kelas dengan cat minyaknya, dia melukis kehidupan hutan dengan banyak binatang, pohon, dan bunga, kelas kami beruntung karena salah satu penghuninya adalah siswa yang meraih gelar juara 2 untuk lomba melukis tingkat internasional. Sungguh prestasi yang luar biasa! Saat kami tengah asik menghias kelas tiba-tiba ada teriakan dari bawah tangga. Aku pun langsung berseru, “WHAT’S THE MATTER?”
Seisi koridor lantai dua dipenuhi siswa yang menghuni kelas atas, aku langsung berlari turun ke bawah, saat aku menuruni anak tangga, aku mendapati Natha terkapar dengan darah yang mengalir kemana-mana. Aku melihat kearah cewek yang tadi mengajaknya pergi, dengan panik aku membopong Natha, merogoh kantong celananya untuk menemukan kunci mobilnya, aku membopong Natha ke tempat parkir dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku terlalu panik sampai-sampai aku lupa untuk menyadari kalau aku tidak bisa mengemudikan mobil manual, Tuhan sangat menyayangiku, saat menolong Natha aku langsung tau bagaimana caranya mengemudikan mobil dengan desain manual. Dengan cepat aku melesat ke rumah sakit.
Aku terus menunggu Natha tanpa memberi kabar kepada yang lain, sampai seisi sekolah khawatir. Tak henti-hentinya Ana menelponku, aku hanya menangis saat menjawab telpon dari Ana. Tak lama kemudian, dokter yang menangani Natha keluar dari UGD.
Aku : “Dok, gimana keadaan teman saya? Dia baik-baik aja kan,dok?”
Dokter : “Saat ini Natha sedang dalam masa kritis, dia kehilangan banyak darah. Ditambah dengan penyakitnya yang parah.”
Aku : “Apa?? Apa maksud dokter dengan penyakitnya yang parah?”
Dokter : “Kamu tidak tau, nak? Bahwa Natha temanmu, mempunyai kanker didalam darahnya?”
Aku : “Bagaimana mungkin, dok? Natha sehat-sehat saja, dok. Dia nggak sakit.”
Air mataku semakin mengalir ketika mengetahui penyakit Natha yang begitu parah, aku mendonorkan darahku untuk mencukupi kebutuhan darah pada tubuh Natha.
Setelah satu minggu di rawat Natha pun mulai sadar, teman-teman sangat senang melihat perkembangan kesehatan Natha yang kian membaik. Hari ini mereka ingin menjenguk Natha, karena kata para guru, kami baru boleh menjenguk Natha beramai-ramai saat dia sudah sadar.
Riyan : “Nik?”
Aku : “Kenapa, yan?”
Riyan : “Kamu ikut kita jenguk Natha? Hari ini dia sudah sadar lho!”
Aku : “Emmmm… kayaknya enggak.”
Riyan : “Kenapa? Apa karena ada Siska? Cewek yang bawa Natha pergi sebelum kejadian itu? Yang cuma bisa diam ketakutan waktu melihat Natha jatuh dari tangga?”
Aku : “Bukan karna itu kok.”
Riyan : “Hmmm… yasudah, aku ngekoordinir temen-temen yang mau ikut dulu ya.”
Aku : “Eh, Yan..”
Riyan : “Ada apa? Berubah pikiran?”
Aku : “Enggak! Aku cuma mau nanya, Siska tu jurusan apa? Kelas berapa?”
Riyan : “Kalo nggak salah sih ya, dia tu anak multimedia kelas 1. Jangan dilabrak lho ya!” (sambil menebar senyumnya, yang bikin cewek satu kelas leleh)
Di rumah sakit.
Riyan : “oke, temen-temen, kita nggak boleh ribut ya, aku yang membuka acara penjengukan kita pada hari ini.”
Riyan mengetuk pintu kamar Natha dengan penuh penghayatan. Kemudian sesosok pria yang bijaksana menyambut kedatangan teman-teman sekelasku dengan senyumnya yang mirip dengan senyum manis Natha. Beliau tak lain adalah ayah Natha, tuan Hendra Wirawan. Beliau mempersilakan teman-temanku masuk. Mereka lalu menghambur untuk melihat Natha, tak ayal kami melihat jiwanya Riyan yang sesungguhnya, yaitu mengasihi semua orang, dia memeluk erat Natha seakan tak ingin berpisah dengan teman barunya.
Natha : “Mana Niki? Dia nggak ikut?”
Lila : “Ciiee… Kak Natha, kenapa nih nyariin Kak Niki? Pacarnya sendiri si Siska nggak dicari apa? Ntar cemburu lho dia!”
Ana : “Hah? Jadi Siska ni pacarmu, Nath?”
Natha : “Yah… Begitulah kenyataannya.”
Lia : “Niki lagi di rumah nemanin mamanya ke spa. Sekalian ngerilekskan diri sih katanya tadi. Kenapa memangnya nyariin Niki?”
Natha : “Aku mau ngucapin terimakasih sama dia, udah nolongin aku.”
Mereka menghibur Natha dengan lelucon-lelucon mereka yang tak kalah lucu dengan lelucon para comedian terkenal. Natha sangat terhibur dengan kedatangan mereka. Mereka pun juga senang bisa menghibur Natha, walaupun dari awal datang sampai harus bersiap pulang mereka selalu melihat Siska menggenggam tangan Natha tanpa mau melepasnya, Natha terlihat risih dengan kelakuan pacarnya itu. Siska tidak ikut pulang bersama teman-teman yang lain, dia ingin menemani Natha sampai besok.
Di spa.
Mama : “Hei, what’s the matter with you, honey?”
Aku : “Aku nggak apa-apa kok, ma.”
Mama : “Jangan bohong sama mama. Kamu ada masalah? Apa cowok yang bernama Natha itu?”
Aku : “Stop,ma! Aku nggak mau dengar namanya lagi.”
Mama : “Kenapa sayang?”
Aku hanya menangis dan terus menangis dipelukan mama.
Mama : “Mama dengar, teman-temanmu hari ini jengukin dia? Kamu nggak, sayang?”
Aku : “Rencananya habis nemenin mama aku mau jengukin dia.”
Mama : “Oke, kamu pulang aja sekarang, mama bisa sendiri kok, jenguk dia sekarang, nak.”
Aku : “Are you sure mam?”
Mama : “Of course.”
Aku langsung pergi ke tempat parkir dan melaju ke rumah sakit. Aku membeli buah-buahan di supermarket yang ada di dekat rumah sakit lalu aku kembali ke mobil dan memarkirkan mobilku di lapangan parkir rumah sakit. Aku melangkah dengan cepat. Saat tiba di depan kamar Natha, aku mendengar suara Natha samar-samar sedang kelahi dengan seorang cewek, saat aku mengintip ternyata cewek itu adalah Siska. Aku terus mendengarkan pembicaraan mereka.
Natha : “Kamu kemana waktu aku jatuh? Kamu malah semakin mendorongku waktu itu. Kamu kenapa, Sis? Kamu ingin aku mati? Kamu malu punya cowok penyakitan kayak aku?”
Siska : “Bukan gitu, Nath. Aku.. aku Cuma panik , aku nggak tau harus ngapain waktu itu. Aku bingung.”
Natha : “Kamu pacarku, Sis, harusnya kamu bisa memaklumi kekuranganku yang begitu banyak. Aku nggak pernah minta kamu jadi pacarku! Tapi kamu yang minta aku, kamu harus sadar satu hal itu.”
Aku nggak kuat lagi mendengar pertentangan diantara mereka, aku langsung membuka pintu kamar Natha. Alhasil, seisi kamar menjadi hening, tak ada satupun yang bersuara, mataku hanya tertuju pada Natha, yang tanpa kami sadari kami bertatapan untuk waktu yang cukup lama. Kemudian aku membuka mulut mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di kamar ini. Tak seharusnya orang yang sedang sakit berkelahi. Baik Natha ataupun Siska sama-sama bungkam, tak ada yang menjawab pertanyaanku. Aku pergi dengan meninggalkan rangkaian buah-buahan yang sengaja aku beli untuk Natha. Di sepanjang perjalanan pulang aku menangis tiada henti, sesampainya di rumah aku langsung mengurung diri di kamar, mama heran dengan kelakuanku. Dugaanku selama ini memang benar, Natha sudah mempunyai pacar mana mungkin dia menyukaiku. Aku memaki diriku tiada henti.
Keesokan harinya, tubuhku terasa lemas, padahal hari ini hari terakhir untuk menghias kelas. Aku paksakan diriku bangun dari kasur untuk mandi, mungkin setelah mandi badanku kembali segar. Tapi setelah mandi, aku merasa semakin lemas. Aku putuskan pergi ke sekolah dengan supir, saat aku keluar mencari supir aku melihat mobil Natha parkir di depan rumahku. Ya! Itu memang Natha, dia sedang berbincang dengan mama. Saat aku membelokkan langkahku , mama memanggilku, akupun terpaksa menghampiri mama.
Mama : “Saaayang, kok mau pergi sih tadi? Ada Natha ni, dia jemputin kamu.”
Aku : “Aku pergi sendiri aja, ma. Lagian kan Natha baru sembuh, mana boleh mengemudi.”
Natha : “Udah boleh kok sama dokter. Lagian aku juga mau ngomong sesuatu.”
Aku : “Eeemmm… Tapi…”
(Natha menarikku, dia membawaku masuk ke dalam mobilnya)
Aku : “Mau ngomong apa?”
Natha : “Nggak ngomong apa-apa kok. Aku bohong biar kamu mau ikut ma aku.”
Aku : “Hmmmm… Turunin aku disini!”
Natha : “Eh, kenapa? Sekolah udah dekat.”
Aku : “Justru karna udah dekat makanya aku minta turunin disini. Ntar kalo aku turun di parkiran sekolah pacar kamu liat terus cemburu.”
Natha : “Aku lagi marahan ma dia, jadi nggak usah khawatir!”
Aku pun turun di lapangan parkir sekolah yang cukup luas, benar dugaanku kalo semua cewek seantero sekolah bakalan liatin aku dengan mata yang sinis gara-gara aku turun dari mobilnya Natha. Melihat cewek-cewek itu Natha malah menggandeng tanganku dengan pasti. Hmmm… aku benar-benar luluh olehnya.
Di kelas
Natha mendudukanku di kursiku, lalu dia mendekatkan wajahnya dengan wajahku hingga hidungnya yang mancung menempel di hidungku. Dia menutup matanya sambil menggenggam tanganku, aku bingung dengan apa yang dilakukannya teman-teman sekelasku membuat sebuah lingkaran untuk melihat kami. Aku hanya bisa terdiam mengikuti apa yang Natha lakukan.
Natha : “Nik, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi jangan lepaskan genggaman tanganku ya?”
Aku : “Iya, Nath! Ngomong aja.
Natha : “Pertama aku mau bilang sama kamu, kalo aku udah putus sama Siska.”
Aku : “Apa? Ta…tapi kenapa kalian putus?”
Natha : “Itu nggak penting! Terus yang kedua aku mau jujur ma kamu kalo aku sebenarnya dari awal ketemu kamu di parkiran, aku ngerasa aku suka sama kamu! Apa kamu juga suka sama aku?”
Aku : “Masa? Kamu serius?”
Natha : “Iya, aku serius! Kamu mau jadi pacarku?”
Aku : “Emmm… “ (aku lantas melonggarkan genggaman tangan Natha)
Teman-teman seisi kelas menyuruhku untuk menerima Natha. Mereka terus bersorak, kepalaku semakin pusing, tanpa pikir panjang aku pun mengangguk sambil tersenyum kepada Natha dan teman-teman sekelasku. Natha memelukku, tapi saat itu aku hampir kehilangan kesadaran langsung saja Natha menggendongku yang masih setengah sadar ke UKS. Kata penjaga UKS kepada Natha kalo aku sedang demam jadi butuh istirahat sebentar. Karna penjaga UKS harus pergi ke rumah sakit untuk menghadiri seminar, beliau meminta Natha untuk menjagaku. Tentu saja Natha mau.
Saat itu, hanya ada kami berdua di UKS. Aku merasa sudah baikan, Natha malah menyuruhku tetap berbaring padahal sekolah sudah sepi hanya ada anak OSIS yang masih melakukan kegiatan harian mereka. Natha menghampiriku, aku pun duduk dengan bersandar di bantal.
Aku : “Aku masih nggak percaya aku menerima kamu jadi pacarku. Kenapa aku bisa nerima kamu?”
Natha : “Jadi sebenarnya kamu nggak mau nerima aku?” (Natha melancarkan aksi ngambeknya)
Aku : “Seharusnya begitu!”
Natha semakin ngambek karna mendengar jawabanku yang begitu singkat dan pasti. Dia malah memintaku melakukan tos. Saat aku sudah menepukkan tanganku ke tangannya, dia mencium pipiku. Aku langsung memukul lengannya lembut. Kami terus bercanda di dalam UKS hingga malam menjelang.
-THE END-
1 komentar:
e hem
Posting Komentar